Hati-Hati Hadits Artifisial Wacana Keunggulan Puasa Bulan Rajab

Admin October 14, 2021
Hati Hadits Palsu Tentang Keutamaan Puasa Bulan Rajab Hati-Hati Hadits Palsu Tentang Keutamaan Puasa Bulan Rajab
Saifulah.id
 - Saat menjelang bulan Rajab berbagai beredar hadits-hadits lemah bahkan masuk derajat hadits artifisial di sosial media baik di Instagram, Facebook, maupun Whatsapp. Berikut saya rangkum 7 hadits artifisial terkenal dibulan Rajab.


1. HADITS PUASA 1 HARI RAJAB

Status Hadits: SANGAT LEMAH / DHA'IFUN JIDDAN (ضَعِيْفٌ جِدًّا)

Hadits dha'if merupakan hadits yang tertolak dan tidak sanggup dinyatakan kebenarannya berasal dari perkataan atau perbuatan Nabi ﷺ. 

 مَنْ صَامَ يَوْماً مِنْ رَجَبٍ عَدَلَ صِيَامَ شَهْرٍ 

Artinya: “Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu’. Dalam sanad hadits ini ada perawi yang berjulukan al-Furaat bin as-Saa-ib, dia merupakan seorang rawi yang matruk. [Lihat al-Fawaa-id al-Majmu’ah (no. 290)]

Kata Imam an-Nasa-i: “Furaat bin as-Saa-ib Matrukul hadits.” Dan kata Imam al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir: “Para Ahli Hadits meninggalkannya, alasannya dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia tergolong rawi yang matruk kata Imam ad-Daraquthni.”

Lihat adh-Dhu’afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa-i (no. 512), al-Jarh wat Ta’dil (VII/80), Mizaanul I’tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).


BACA:
Pengertian Matruk atau Matrukul Hadits

2. HADITS PUASA 1-15 HARI RAJAB

Status Hadits: MAUDHU’ / PALSU (مَوْضُوْعٌ)
Hadits maudhu' merupakan hadits yang yang "diada-adakan orang" atas nama Nabi ﷺ dengan sengaja atau tidak sengaja. Maka hadits menyerupai ini mesti disingkirkan alasannya bukan berasal dari Rasulullah.

 مَنْ صَامَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ رَجَبَ كُتِبَ لَهُ صِيَامُ شَهْرٍ وَمَنْ صَامَ سَبْعَةَ أَيَّامٍ مِنْ رَجَبَ أَغْلَقَ اللهُ عَنْهُ سَبْعَةَ أَبْوَابٍ مِنَ النَّارِ وَمَنْ صَامَ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ مِنْ رَجَبٍ فَتَحَ اللهُ ثَمَانِيَةَ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ صَامَ نِصْفَ رَجَبَ حَاسَبَهُ اللهُ حِسَاباً يَسِيْراً. 

Artinya: “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barangsiapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.”

Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaadits al-Maudhu’ah (no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: “Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu’ah, ia berkata: ‘Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu’.’”

Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sungguh lemah:

1. ‘Amr bin al-Azhar al-‘Ataky. Imam an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits.” Sedangkan kata Imam al-Bukhari: “Dia dituduh selaku pendusta.” Kata Imam Ahmad: “Dia sering memalsukan hadits.”

Periksa, adh-Dhu’afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i, Mizaanul I’tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta’dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan (IV/353).

2. Abaan bin Abi ‘Ayyasy, seorang Tabi’in shaghiir. Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata: “Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya).” Kata Yahya bin Ma’in: “Dia matruk.” Dan dia pernah berkata: “Dia rawi yang lemah.”

Periksa: Adh Dhu’afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I’tidal (I/10), al-Jarh wat Ta’dil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51, no. 142).

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu ‘Ulwan dari Abaan. Kata Imam as-Suyuthi: “Ibnu ‘Ulwan merupakan pemalsu hadits.” [Lihat al-Fawaaidul Majmu’ah (hal. 102, no. 288)]

 

3. HADITS BULAN RAJAB, SYA'BAN, RAMADHAN

Status Hadits: MAUDHU’ / PALSU (مَوْضُوْعٌ)
Hadits maudhu' merupakan hadits yang yang "diada-adakan orang" atas nama Nabi ﷺ dengan sengaja atau tidak sengaja. Maka hadits menyerupai ini mesti disingkirkan alasannya bukan berasal dari Rasulullah.

رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ. 

Artinya: “Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan merupakan bulan ummatku.
Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): “Hadits ini maudhu

[Lihat Maudhu’atush Shaghani (I/61, no. 129)]

Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:

لاَ تَغْفُلُوْا عَنْ أَوَّلِ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبٍ فَإِنَّهَا لَيْلَةٌ تُسَمِّيْهَا الْمَلاَئِكَةُ الرَّغَائِبَ… 

Artinya: “Janganlah kalian gegabah dari (beribadah) pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab, alasannya malam itu Malaikat menamakannya Raghaa-ib…” 

Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): “Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, sudah menceritakan terhadap kami ‘Ali bin Muhammad bin Sa’id al-Bashry, sudah menceritakan terhadap kami Khalaf bin ‘Abdullah as-Shan’any, dari Humaid ath-Thawil dari Anas, secara marfu’. [Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha’if (no. 168-169)]

Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): “Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya merupakan Ibnu Jahdham, mereka menuduh selaku pendusta. Aku sudah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: “Rawi-rawi hadits tersebut merupakan rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), saya sudah periksa semua kitab, namun saya tidak dapati biografi hidup mereka.” [Al-Maudhu’at (II/125), oleh Ibnul Jauzy]

Imam adz-Dzahaby berkata: “ ’Ali bin ‘Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits.” 

Kata para ulama lainnya: “Dia dituduh bikin hadits palsu wacana shalat ar-Raghaa-ib.”

Periksa: Mizaanul I’tidal (III/142-143, no. 5879).

 

4. HADITS KEUTAMAAN BULAN RAJAB

Status Hadits: MAUDHU’ / PALSU (مَوْضُوْعٌ)
Hadits maudhu' merupakan hadits yang yang "diada-adakan orang" atas nama Nabi ﷺ dengan sengaja atau tidak sengaja. Maka hadits menyerupai ini mesti disingkirkan alasannya bukan berasal dari Rasulullah.

 فَضْلُ شَهْرِ رَجَبٍ عَلَى الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ الْقُرْآنِ عَلَى سَائِرِ الْكَلاَمِ وَفَضْلُ شَهْرِ شَعْبَانَ كَفَضْلِي عَلىَ سَائِرِ الأَنْبِيَاءِ، وَفَضْلُ شَهْرِ رَمَضَانَ عَلَى الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى سَائِرِ العِبَادِ. 

Artinya: “Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan yang lain menyerupai kelebihan al-Qur-an atas semua perkataan, kelebihan bulan Sya’ban menyerupai keutamaanku atas para Nabi, dan kelebihan bulan Ramadhan menyerupai kelebihan Allah atas semua hamba.”

Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany: “Hadits ini palsu.”

Lihat al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’ (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky (wafat th. 1014 H).


5. HADITS SHOLAT DIBULAN RAJAB

Status Hadits: MAUDHU’ / PALSU (مَوْضُوْعٌ)
Hadits maudhu' merupakan hadits yang yang "diada-adakan orang" atas nama Nabi ﷺ dengan sengaja atau tidak sengaja. Maka hadits menyerupai ini mesti disingkirkan alasannya bukan berasal dari Rasulullah.

 مَنْ صَلَّى الْمَغْرِبَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدُ مَرَّةً، وَيُسَلِّمُ فِيْهِنَّ عَشْرَ تَسْلِيْمَاتٍ، أَتَدْرُوْنَ مَا ثَوَابُهُ ؟ فَإِنَّ الرُّوْحَ اْلأَمِيْنَ جِبْرِيْلُ عَلَّمَنِيْ ذَلِكَ. قُلْنَا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ: حَفِظَهُ اللَّهُ فِيْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَأُجِيْرَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَجَازَ عَلَى الصِّرَاطِ كَالْبَرْقِ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ. 

Artinya: “Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh raka’at, setiap raka’at membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian.” Kami berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: ‘Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melalui as-Shirath menyerupai kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa.’” 

Kata Ibnul Jauzi: “Hadits ini artifisial dan pada biasanya rawi-rawinya merupakan majhul (tidak dipahami biografinya).”

Lihat al-Maudhu’at Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaadits Maudhu’at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari’ah al-Marfu’ah ‘anil Akhbaaris Syanii’ah al-Maudhu’at (II/89), oleh Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).


6. HADITS PUASA DAN SHOLAT DI BULAN RAJAB

Status Hadits: MAUDHU’ / PALSU (مَوْضُوْعٌ)
Hadits maudhu' merupakan hadits yang yang "diada-adakan orang" atas nama Nabi ﷺ dengan sengaja atau tidak sengaja. Maka hadits menyerupai ini mesti disingkirkan alasannya bukan berasal dari Rasulullah.

 مَنْ صَامَ يَوْماً مِنْ رَجَبٍٍ وَصَلَّى فِيْهِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرَأُ فِيْ أَوَّلِ رَكْعَةٍ مِائَةَ مَرَّةٍِ آيَةَ الْكُرْسِيِّ وَ فِي الرَّكَعَةِ الثَّانِيَةِ مِائَةَ مَرَّةٍِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَد, لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ أَوْ يُرَى لَهُ.

Artinya: “Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka’at, di raka’at pertama baca ‘ayat Kursiy’ seratus kali dan di raka’at kedua baca ‘surat al-Ikhlas’ seratus kali, maka dia tidak mati hingga menyaksikan tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati).

Kata Ibnul Jauzy: “Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang berjulukan ‘Utsman bin ‘Atha’ merupakan perawi matruk menurut para Ahli Hadits.” [Al-Maudhu’at (II/123-124)]

Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany, ‘Utsman bin ‘Atha’ merupakan rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]


7. HADITS PUASA RAJAB DAPAT AIR SUNGAI

Status Hadits: BATHIL (بَاطِلٌ)

Hadits Bathil merupakan sejenis hadits artifisial yang (jelas-jelas) menyelisihi prinsip-prinsip syariah.

 إِنَّ فِي الْجَنَّةِ نَهْراً يُقَالُ لَهُ رَجَبٌ مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضاً مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ العَسَلِ، مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ يَوْماً وَاحِداً سَقَاهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ 

Artinya: “Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan ‘Rajab’ airnya lebih putih dari susu dan lebih bagus dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab maka Allah akan menampilkan minum kepadanya dari air sungai itu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahany di dalam kitab at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy sudah menceritakan terhadap kami Musa bin ‘Imran, ia berkata: “Aku mendengar Anas bin Malik berkata, …”

Imam adz-Dzahaby berkata: “Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad al-Mughirah wacana kelebihan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid merupakan rawi yang tidak dipahami dan khabar (hadits) ini merupakan bathil.” [Lihat Mizaanul I’tidal (IV/ 189)]

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Musa bin ‘Imraan merupakan majhul dan saya tidak mengenalnya.”

Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 1898).

 

Pada pembahasan hadits di atas acap kali disebutkan Matrukul Hadits atau Matruk. Lalu apa arti dari matruk?

هُوَ مَا انْفَرَدَ بِهِ رُوَاتُهُمْ بِالْكَذِبِ لِمُخَالَفَةِ حَدِيْثِهِ الْقَوَاعِدَ الْمَعْلُوْمَةِ وَلَمْ يُرْوَ اِلَّا مِنْ جِهَّتِهِ

"Hadits matruk merupakan hadits yang para rawinya secara individu melaksanakan kebohongan agar hadits itu bertentangan dengan kaidah-kaidah yang sudah dikenali dan tidaklah diriwayatkan kecuali berasal dari dirinya rawi itu sendiri".

Tak cuma hingga pada definisi di atas saja, suatu hadits dinilai matruk jikalau rawinya juga tergolong selaku berikut ini :

  • Rawi itu dipahami seorang yang suka berdusta di kelompok masyarakatnya, walaupun kebohongan itu tidak terlihat di dalam riwayat-riwayat hadits lain
  • Rawinya disangka sering melaksanakan kesalahan
  • Rawinya disangka sering lupa
  • Rawinya disangka sering melaksanakan perbuatan fasiq, walaupun ia meriwayatkan hadits dengan tanpa adanya kebohongan.

SIKAP KITA SEBAGAI SEORANG MUSLIM

Sebagai seorang muslim sudah semestinya kita kembali terhadap pedoman utama kita yakni Al-Qur'an dan Assunnah (Hadits Shahih yang betul-betul berasal dari Nabi Muhammad ﷺ).

Meskipun terkadang isi kandungan hadits artifisial mengajak kebaikan, kita tidak boleh menjadikannya selaku sandaran dalam beramal, alasannya pernah disinggung oleh Nabi ﷺ sebagai berikut.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: “Barangsiapa bikin suatu kasus gres dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka kasus tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Kita mesti waspada terhadap broadcast atau pesan berantai di sosial media yang mengatas namakan Nabi padahal Nabi sendiri tidak pernah mengatakannya atau melakukannya.

Seorang muslim yang bagus sudah semestinya memperdalam ilmu agama khususnya yang bermitra dengan Al-Qur'an dan Hadits, alasannya keduanya merupakan pedoman hidup kita.

Jangan hingga alasannya malasnya mencari tahu dan menuntut ilmu, kita asal share sesuatu yang belum pasti benar. Ingin sanggup pahala malah jadi dosa.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah rahimahullahu ta’ala :

“من تكلم في الدين بلا علم كان كاذباً، وإن كان لا يتعمد الكذب”

“Barangsiapa mengatakan dalam agama ini tanpa ilmu, maka ia merupakan seorang pendusta, walaupun ia tidak bertujuan berdusta”.

Berbicara tanpa ilmu saja bisa dianggap berdusta, terlebih sengaja meniru hadits.

Dari al-Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu bahwasan nya Rasulullah ﷺ bersabda :

.إنَّ كذبًا عليَّ ليسَ كَكذبٍ على أحدٍ، فمن كذَبَ عليَّ متعمِّدًا فليتبوَّأ مقعدَه منَ النَّار

Artinya: “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas seseorang (selainku), Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia menempati kawasan duduknya di neraka.” (HR. Bukhari: 1291 & Muslim: 4)

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى

Artinya: “(Wahai Rabb), sungguh mereka bab dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka sudah mengubah ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang sudah mengubah ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).

Sangat menakutkan bahaya bagi orang yang melaksanakan pemalsuan dan kedustaan mengatas namakan Nabi Muhammad ﷺ.

APAKAH PUASA DI BULAN RAJAB DILARANG

Puasa di bulan Rajab tidaklah dilarang, yang dihentikan itu beribadah tanpa dasar yang benar menyerupai mengkhususkan hari-hari tertentu dengan berlandaskan hadits palsu.

Puasa khusus Rajab tidak ada, namun kita boleh berpuasa dibulan Rajab sama menyerupai puasa dibulan lainnya, misal puasa Senin Kamis, puasa Ayyamul biid, puasa Daud, dan puasa 3 hari berturut turut sesuai tuntunan Nabi berikut ini.

1. Puasa Senin Kamis

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

Artinya: “Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka saya suka jikalau amalanku dihadapkan sedangkan saya sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia mengatakan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meletakkan opsi berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih)

2. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah

Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap bulannya, pada hari apa saja.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

Artinya: “Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga saran yang saya tidak meninggalkannya hingga saya mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2] menjalankan shalat Dhuha, [3] menjalankan shalat witir sebelum tidur.”( HR. Bukhari no. 1178)

Mu’adzah mengajukan pertanyaan pada ‘Aisyah,

أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Artinya: “Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah kemudian bertanya, “Pada hari apa dia melaksanakan puasa tersebut?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak menghiraukan pada hari apa dia puasa (artinya semau beliau).” (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih)

Namun, hari yang utama untuk berpuasa merupakan pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dipahami dengan ayyamul biid.
Hari ini disebut dengan ayyamul biid (biid = putih, ayyamul = hari) alasannya pada malam ke-13, 14, dan 15 malam itu bersinar putih dikarenakan bulan purnama yang timbul pada di saat itu.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh di saat tidak bepergian maupun di saat bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Hasan).

Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Artinya: “Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan)

3. Puasa Daud

Cara melaksanakan puasa Daud merupakan sehari berpuasa dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا

Artinya: “Puasa yang paling favorit oleh Allah merupakan puasa Nabi Daud. Shalat yang paling favorit Allah merupakan Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangkit pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنِّى أَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ . فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ الَّذِى تَقُولُ وَاللَّهِ لأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ » قُلْتُ قَدْ قُلْتُهُ . قَالَ « إِنَّكَ لاَ تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ ، وَقُمْ وَنَمْ ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ » . فَقُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ » . قَالَ قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ . قَالَ « فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا ، وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَهْوَ عَدْلُ الصِّيَامِ » . قُلْتُ إِنِّى أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ » .

Artinya: Disampaikan kabar terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa saya berkata; “Demi Allah, sungguh saya akan berpuasa sehari sarat dan sungguh saya akan shalat malam sepanjang hidupku.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajukan pertanyaan kepadanya (‘Abdullah bin ‘Amru): “Benarkah kau yang berkata; “Sungguh saya akan berpuasa sehari sarat dan sungguh saya niscaya akan shalat malam sepanjang hidupku?“. Kujawab; “Demi bapak dan ibuku selaku tebusannya, sungguh saya memang sudah mengatakannya“. Maka Beliau berkata: “Sungguh kau niscaya tidak akan sanggup melaksanakannya. Akan namun berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan tidurlah dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan alasannya setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang sama dan itu menyerupai puasa sepanjang tahun.” Aku katakan; “Sungguh saya bisa lebih dari itu, wahai Rasulullah“. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari”. Aku katakan lagi: “Sungguh saya bisa yang lebih dari itu“. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu merupakan puasa Nabi Allah Daud ‘alaihi salam yang merupakan puasa yang paling utama“. Aku katakan lagi: “Sungguh saya bisa yang lebih dari itu“. Maka dia bersabda: “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu“. (HR. Bukhari no. 3418 dan Muslim no. 1159)

Ibnu Hazm mengatakan, “Hadits di atas menampilkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari melaksanakan puasa lebih dari puasa Daud yakni sehari puasa sehari tidak.”[Al Muhalla, Ibnu Hazm, 7/13, Mawqi’ Ya’sub]

Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengatakan, “Puasa menyerupai puasa Daud, sehari berpuasa sehari tidak merupakan lebih afdhol dari puasa yang dilaksanakan terus menerus (setiap harinya).”[‘Aunul Ma’bud, 5/303, Mawqi’ Al Islam]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya cuma dilaksanakan oleh orang yang dapat dan tidak merasa susah di saat melakukannya. Jangan hingga ia melaksanakan puasa ini hingga menjadikannya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula jangan hingga puasa ini menjadikannya terhalangi untuk mencar ilmu ilmu agama. Karena ingat, di samping puasa ini masih ada ibadah yang lain yang mesti dilakukan. Jika banyak melaksanakan puasa malah bikin jadi lemas, maka sudah selayaknya tidak memperbanyak puasa. … Wallahul Muwaffiq.”[Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, 3/470, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan ketiga, 1424 H]


Kalau kita ingin mendapat kelebihan bulan, di dalam Al-Qur'an diterangkan bahwa harusnya tidak cuma pada bulan Rajab saja. Karna ada 4 bulan yang dianggap bulan Haram atau Terhormat, yaitu:
  1. Dzulqa’dah
  2. Dzulhijjah
  3. Muharram
  4. Rajab
Sebagaimana firman Allah.

 إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّماَوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ 

Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan pada segi Allah merupakan dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di saat Dia bikin langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram…" [At-Taubah/9:36]

Jadi, secara spesifik, tidak ada klarifikasi wacana kelebihan Rajab. Namun secara lazim kemuliaan Rajab masuk ke dalam bulan-bulan yang haram dan terhormat di hadapan Allah. Allah berfirman di dalam Al-Qur'an:

 ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ فَلاَتَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ أَنْفُسَكُمْ 

Artinya: "Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kau menganiaya diri kau dalam bulan yang empat itu …" [At-Taubah/9:36].

Qatadah berkata:
Amal shalih lebih besar pahalanya pada bulan haram, dan melaksanakan kezhaliman pada bulan itu dosanya lebih besar dibanding pada bulan-bulan selainnya, walaupun kezhaliman di setiap kondisi tetap besar dosanya.

Ibnu Jajir menukil riwayat dari Ibnu Abbas berkata, dia berkata:
Empat bulan dikhususkan dalam penghormatan, alasannya setiap maksiat lebih besar dosanya dan setiap amal shalih berpahala lebih besar.

Previous
Next Post »
0 Komentar

Note: Only a member of this blog may post a comment.